Minggu, 22 November 2009

TEPAS KEUSKUPAN AGUNG MERAUKE OKTOBER 2009




Di Keuskupan Agung Merauke, setiap tahun selalu diadakan Temu Pastoral Keuskupan Agung Merauke (TEPAS-KAM) yang bertujuan untuk mengevaluasi karya pastoral dalam keuskupan sepanjang tahun dan menetapkan fokus (pilihan prioritas) pastoral sepanjang tahun berikutnya. Tulisan ini merupakan sebuah refleksi dan laporan atas pertemuan Pastoral KAM tahun 2009 yang dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2009 hingga 15 Oktober 2009.

Tepas KAM 2009
Temu Pastoral KAM kali ini (2009) didahului oleh trihari Studi Hukum Gereja tentang Perkawinan Katolik yang dibimbing oleh Rm. Dr. Piet Go, O Carm. Trihari studi ini berlangsung tanggal 7 Oktober hingga 9 Oktober 2009 dan bertempat di Wiswa Pertemuan St. Fransiskus Xaverius Kelapa Lima-Merauke.
Dalam hari-hari studi ini, para pastor dan petugas gereja (non-pastor) diajak untuk studi bersama tentang hukum perkawinan katolik sebagaimana yang diuraikan dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK). Studi bersama ini sebenarnya berbentuk 1) penyegaran kembali ingatan dan pengetahuan pastores tentang Mata Kuliah Hukum Perkawinan Katolik yang pernah dipelajari di bangku perkuliahan dahulu, 2) mengangkat beberapa persoalan perkawinan yang khas (kasuistik) yang hanya terjadi di wilayah pelayanan (KAM). Hal kedua ini menjadi penting karena berkaitan dengan bagaimana menafsirkan ketentuan-ketentuan hukum perkawinan katolik dengan penghayatan hidup perkawinan dan keluarga umat KAM yang sangat unik berdasarkan budaya dan pandangan hidup mereka. Tujuannya adalah bahwa ajaran kristiani berkaitan dengan perkawinan dan hidup berkeluarga dihidupi di satu pihak dan penghayatan dan pandangan hidup umat KAM tidak dilecehkan melainkan diteguhkan, dihargai dan diberi arti yang lebih mendalam.
Studi ini dirasakan oleh semua peserta sebagai sebuah moment yang sangat berharga. Penulis berusaha merumuskan beberapa hal refleksif yang menjadi pokok kesadaran peserta studi akan pentingnya trihari studi ini: 1) para peserta merasa disegarkan kembali pengetahuannya tentang ketentuan-ketentuan kanonik berkaitan dengan perkawinan kristiani. Hal ini disadari sangat penting karena menjadi kebutuhan bagi para pastor yang mayoritas berkarya sebagai pastor paroki di pedalaman KAM. Interaksi dengan hidup keluarga-keluarga, status perkawinan, relasi suami istri di medan pastoral yang riil dan rumit mengandaikan kemendesakan untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam dan penyegaran kembali berkaitan dengan ajaran gereja Katolik mengenai perkawinan ini. 2) peserta menyadari bahwa menangani masalah perkawinan dan keluarga secara takterhindarkan berhubungan dengan konteks yang lebih luas dan rumit yakni budaya dan segala ketentuannya yang sudah mendarahdaging dengan hidup keseharian masyarakat (umat). Budaya ternyata memiliki pendangan dan bahkan tuntutan tersendiri berkaitan dengan perkawinan dan keluarga meskipun hal itu tidak dihidupi secara tertulis. 3) peserta juga menyadari bahwa banyak kasus berkaitan dengan perkawinan ternyata tidak diantisipasi oleh ketentuan hukum kanonik namun gereja Katolik ternyata sudah membuka peluang pastoral untuk penanganan kasus-kasus tersebut melalui wewenang pastoral seorang Uskup Diosesan.
Studi ini paling kurang berguna untuk membuka wawasan dan memberikan pengetahuan yang berharga untuk peserta studi menyelesaikan persoalan-persoalan perkawinan secara bijaksana dan bermanfaat bagi para peserta.
Tepas KAM sejatinya dilaksanakan pada Hari Minggu tgl 10 Oktober hingga 15 Oktober 2009. Tepas diawali dengan Misa Pembukaan oleh Uskup Agung Merauke, Mgr. Nicholaus Adi Saputra, MSC. Dalam kotbahnya, ia mengemukakan beberapa hal yang menyangkut arah, isi, dan tujuan dari proses TEPAS KAM kali ini. Dari kotbahnya, terbaca dua hal yang menjadi pokok pertemuan pastoral yakni: evaluasi dan fokus pastoral. Evaluasi dimaksudkan bahwa dalam proses pertemuan pastoral ini peserta Tepas, pertama-tama dihantar untuk mengevaluasi karya pelayanan pastoral di tahun sebelumnya. Intinya, bahwa peserta tidak hanya diajak untuk melihat kembali, melaporkan kegiatan-kegiatan pelayanan yang telah dibuat tetapi terutama peserta Tepas dihantar untuk memberi nilai, bobot dan kualitas terhadap pelbagai kegiatan yang sudah dibuat (mengevaluasi). Fokus pastoral dimaksudkan bahwa setelah mengevaluasi pelbagai hal yang sudah dibuat dan sambil bercermin dari evaluasi tersebut, peserta diajak kembali untuk menetapkan fokus pastoral untuk satu tahun ke depan. Fokus pastoral ini tidak dimaksudkan sebagai satu-satunya pilihan yang akan dibuat selama setahun ke depan tetapi menjadi pilihan utama dan bersama seluruh petugas pastoral.
Setelah perayaan ekaristi, acara dilanjutkan dengan makan malam bersama di refter. Setelah makan malam, para peserta dihantar oleh Steering Committee (SC) untuk mendalami arah dan proses TEPAS. Kemudian, acara dilanjutkan dengan laporan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Komisi-komisi Keuskupan yang berkaitan dengan fokus pastoral tahun sebelumnya.
Mayoritas laporan-laporan yang bersifat evaluatif dan refleksif mengacu pada dua hal yakni keberhasilan dan kegagalan kegiatan-kegiatan pastoral tersebut. Keberhasilan dimaksudkan terlaksananya kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan dan memenuhi target orientasi. Kegagalan sebaliknya belum/tidak terlaksananya kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan untuk dilaksanakan berkaitan dengan fokus pastoral tahun lalu. Baik kegagalan dan atau keberhasilan disadari dengan sungguh oleh peserta selalu berkaitan dengan pastor dan tim, sarana dan prasarana, respons umat berhubungan dengan program yang ditawarkan. Keberhasilan dan kegagalan disadari pertama-tama bertumpu pada komitmen, kerja keras, kreativitas dan kesungguhan hati pastor paroki dan timnya di medan pelayanan. Faktor kedua yang mempengaruhi baik kesuksesan dan kegagalan kegiatan-kegiatan pelayanan adalah tersedianya sarana dan prasarana yang dapat memfasilitasi terlaksananya kegiatan-kegiatan tersebut: misalnya; tersedianya tenaga medis dan kemauan untuk bergabung, dana yang memadai, sarana transportasi-komunikasi, obat-obatan. Faktor ketiga yang mempengaruhi kesuksesan dan kegagalan adalah sikap umat berkaitan dengan program yang ditawarkan. Keberhasilan program biasanya ditunjang oleh sikap umat yang responsif, antusias, proaktif, kreatif, kolaboratif. Kegagalan biasanya disadari pula disebabkan oleh sikap umat yang tidak responsif, apatis. Meskipun demikian, seluruh peserta menyadari bahwa tonggak utama keberhasilan program-program ini adalah pastor paroki beserta komitmen dan kreativitasnya.
Pada hari berikutnya, para peserta diajak sekali lagi untuk mendalami hasil-hasil evaluasi yang telah ditemukan. Butir-butir evaluasi tersebut kemudian dianalisis secara lebih rinci dengan mengemukakan: faktor-faktor penunjang, prosentasi keberhasilan, output, aktores, tindak lanjut (keberhasilan) dan faktor-faktor penghambat: faktor-faktor penyebab, aktor-aktor, derajat/persentasi kegagalan, akibat yang ditimbulkan, tindak lanjut (kegagalan).
Setelah mendalami hasil-hasil evaluasi, peserta Tepas diajak untuk merancang kembali rencana-rencana pastoral untuk pelaksanaan program. Sarana atau format yang ditawarkan adalah action-plan. Action-Plan sebenarnya menunjuk pada rencana dan komitmen tindak-lanjut dari peserta untuk melanjutkan program-program pastoral dalam bidang pelayanan kesehatan ibu dan anak. Action-Plan ini dibuat oleh kelompok-kelompok yang terbagi secara territorial-pastoral yakni kevikepan-kevikepan dan dekenat-dekenat. Namun, komisi-komisi pun bersama Komisi Kesehatan KAM membuat rencana kegiatan-kegiatan pelayanan.

Refleksi
Oleh seluruh peserta, Tepas yang berorientasi pada pelayanan kesehatan ibu dan anak ini ditempatkan dalam konteks pastoral Keuskupan Agung Merauke. Memberi fokus pada kesehatan ibu dan anak tidak dimaksudkan menjadikan fokus ini sebagai satu-satunya pekerjaan pastoral yang dijalankan dalam tahun yang akan datang. Mengambil kesehatan ibu dan anak sebagai fokus ini dimaksudkan bahwa sambil menjalankan tugas pastoral yang bersifat rutin dan normal, Gereja Katolik KAM hendak mengajak seluruh umat untuk memberi perhatian khusus bagi kesehatan ibu dan anak di dalam wilayah KAM ini. Gereja Katolik KAM menyadari bahwa perhatian terhadap kesehatan ibu dan anak tidak hanya menjadi perhatian pelayanan pemerintah tetapi juga merupakan karya pelayanan Gereja Katolik. Gereja hendak bekerjasama, merangkul, memotivasi, memberdayakan, mengusahakan, memfasilitasi semua pihak yang berkehendak baik untuk bersama-sama bekerjasama dan bekerja bersama mengusahakan pelayanan kesehatan yang lebih menyeluruh terhadap ibu dan anak-anak.
Dalam konteks itu, seluruh karya Gereja Katolik KAM dalam hal ini tidak seluruhnya dihayati sebagai yang output oriented tetapi sebuah kerjasama yang berkesinambungan. Realitas ketertundaan, ke”belum”man dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tidak dihayati sebagai kegagalan tetapi sebagai proses. Sehatnya ibu dan anak menjadi tujuan pelaksanaan kegiatan tetapi secara pastoral sehatnya ibu dan anak tetap merupakan pekerjaan Roh. Terlaksananya pelbagai kegiatan, kelancaran dalam pelbagai hal hendaknya dibaca dalam konteks kehendak Allah bukan sebuah output dari sebuah karya pastoral.
Akhirnya tepas ini berakhir pada tanggal 15 Oktober 2009 (Hari Kamis). Tepas ini melahirkan komitmen dan kesadaran baru dalam diri peserta Tepas untuk memberikan perhatia terhadap kesehatan ibu dan anak.

GEREJA KATOLIK PAROKI ASIKIE & PERUSAHAAN KORINDO GROUP ASIKIE


Bagi mereka yang mendengar tentang “Asikie”, perhatian dan ingatan orang secara spontan tertuju pada “Asikie yang terkenal sebagai kota perusahaan: Perusahaan Korindo Group.” Perusahaan ini berdiri dan beroperasi sejak tahun 1993 dan bergerak dalam bidang pengolahan kayu, perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet.
Setelah sebulan ditahbiskan menjadi imam, saya ditunjuk untuk menjadi Pastor Paroki Santo Fransiskus Xaverius Asikie; sebuah Paroki yang secara administratif pemerintahan sipil terletak di wilayah Kecamatan Jair, Kabupaten Boven Digoel-kawasan selatan Propinsi Papua atau sekitar 300-an kilometer dari Kota Merauke ke arah utara.
Wilayah yang sekarang menjadi Paroki Asikie nota bene adalah wilayah Perusahaan Korindo Group Asikie. Melalui tulisan ini, saya ingin bersharing tentang pengalaman, observasi dan refleksi saya berkaitan dengan relasi Gereja Katolik Paroki Asikie dan eksistensi Perusahaan Korindo Group di Asikie. Bahwa keberadaan Gereja Katolik dan Perusahaan Korindo ini sepanjang sejarah selalu berhubungan erat dan saling mempengaruhi. Saya membagi sharing tentang relasi kedua institusi ini dalam tiga bagian penting, yakni: Latar belakang terbentuknya Paroki Asikie, Perjalanan relasi kedua institusi ini pasca terbentuknya Paroki Asikie, harapan-harapan yang terbaca dari relasi dan kedekatan kedua lembaga selama ini.

1. Latar Belakang Terbentuknya Paroki Asikie

Sebelum Perusahaan Korindo Group membuka perindustrian di Asikie dan (bahkan) sebelum Boven Digoel terbentuk sebagai sebuah Kabupaten otonom, Gereja Katolik sudah menjadi “rahim” kehidupan religius masyarakat Boven Digoel. Dalam konteks Asikie, sebelum Perusahaan Korindo Group membuka usaha di wilayah ini, Gereja Katolik dan pengaruhnya sudah lebih dahulu ada dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari seluruh pergumulan hidup masyarakat di wilayah ini. Ketika Perusahaan Korindo Group berdiri dan beroperasi di Asikie, secara gerejawi wilayah Asikie saat itu merupakan wilayah Paroki Santo Matias Getentiri, Kevikepan Boven Digoel.
Sejak beroperasi di Asikie, eksistensi perusahaan ini sangat mempengaruhi suasana hidup masyarakat pada umumnya dan suasana hidup kegerejaan serta karya pelayanan di Paroki St. Matias Getentiri pada khususnya. Stasi-stasi yang berada dalam wilayah operasi Perusahaan Korindo Group mengalami perubahan yang sangat mencolok. Perubahan tersebut pertama-tama terlihat dalam hubungannya dengan jumlah umat. Jumlah umat bertambah besar karena kedatangan para pendatang beragama Katolik yang mencari nafkah sebagai karyawan perusahaan. Dan, de facto, mayoritas pekerja (worker) di perusahaan Perusahaan Korindo Group Asikie adalah umat Katolik di Paroki ini. Lalu, berhubungan dengan itu, hal kedua yang harus dikatakan juga adalah bahwa, akibat tuntutan kerja di perusahaan; situasi hidup umat yang berprofesi sebagai pekerja ini memiliki situasi dan irama hidup keseharian yang khas. Artinya, pola hidup keseharian mereka dikemudi oleh irama tuntutan kerja formal di perusahaan. Dalam kaitannya dengan itu, program-program pelayanan secara parokial pun dengan sendirinya dipikirkan secara khusus bila dihubungkan dengan pelayanan untuk umat di kawasan industri ini. Di samping dua alasan tersebut, dari perspektif karya pelayanan Paroki Getentiri sendiri disadari pula bahwa sudah sejak lama wilayah kerja seorang Pastor Paroki Getentiri dengan luas wilayah seperti saat itu dirasakan sangat luas dan sangat sulit dari segi kondisi medan. Lalu, secara intern disadari pula bahwa – di samping memiliki jumlah umat yang cukup memadai untuk sebuah paroki– umat yang saat ini membentuk Paroki Asikie, pada saat itu merasa “mampu” dan “siap” menjadi sebuah Paroki sendiri secara otonom. Atas dasar alasan-alasan ini, diajukan permohonan kepada Uskup Agung Merauke untuk mendirikan Paroki Asikie. Melalui SK. Uskup Keuskupan Agung Merauke. No: 201/UAM/XI/2006 dibentuklah Paroki Asikie dengan membawahi delapan (8) stasi yang memang merupakan stasi-stasi yang dihuni hampir seratus persen karyawan perusahaan.
Dari sejarah dan latar belakang tersebut, Gereja Katolik Paroki Asikie paling kurang memahami kehadiran dirinya dalam arti tertentu merupakan konsekuensi dari keberadaan dan beroperasinya perusahaan Korindo. Gereja Katolik Asikie menyadari bahwa berdirinya Paroki Asikie sebagai paroki otonom disebabkan oleh keseriusan pihak Perusahaan Korindo Group untuk meminta kehadiran pihak Gereja Katolik untuk melayani kebutuhan spiritual karyawannya. Para karyawan yang adalah umat Katolik memiliki kondisi yang sangat berbeda dibandingkan dengan umat di wilayah stasi lain di Paroki Getentiri dari segi jumlah, kualitas internal umat, situasi hidup harian. Perusahaan Korindo menyadari bahwa kehadiran Gereja Katolik Paroki Asikie sangat mendesak dan sangat diperlukan demi pelayanan kebutuhan spiritual karyawannya yang sebagian besar beragama Katolik.,
2. Relasi Kedua Lembaga ini Pasca Terbentuknya Paroki Asikie

Secara gerejawi, Paroki Asikie terbentuk berdasarkan SK. Uskup Keuskupan Agung Merauke, No. 201/UAM/XI/2006 dan tgl. 3 Desember 2006 diperingati sebagai tanggal berdirinya Paroki Asikie. Hingga saat ini, Paroki Asikie telah berusia dua tahun lebih.
Selama berjalan sebagai Paroki otonom, Gereja Katolik Paroki Asikie mengalami dan merasakan bantuan dan dukungan yang sangat berarti dari pihak Perusahaan Korindo. Gereja Katolik Paroki Asikie merefleksikan dukungan dan kebaikan hati pihak Perusahaan Korindo Asikie dalam beberapa hal yang sangat mendasar: pertama, kenyataan bahwa Perusahaan Korindo mempekerjakan tenaga kerja yang sebagian besar beragama Katolik dan de facto mayoritas karyawan tersebut adalah umat Katolik Paroki Asikie. Hal ini merupakan dukungan berharga yang telah dibuat oleh Perusahaan Korindo bagi Gereja Katolik Paroki Asikie. Kebaikan hati dan dukungan Perusahaan Korindo disadari tidak hanya pada kenyataan bahwa perusahaan ini mempekerjakan “banyak umat Katolik Paroki Asikie” tetapi juga pelbagai fasilitas urgen untuk kehidupan harian umat pun disiapkan oleh pihak perusahan seperti: listrik, tempat ibadah, klinik kesehatan, pasar, koperasi, kendaraan-kendaraan, sarana dan prasarana pendidikan, telekomunikasi, air bersih. Tentunya, Perusahaan Korindo membaca penyediaan pelbagai fasilitas umum ini adalah tanggungjawab logis pihak perusahaan untuk kehidupan karyawan dan demi efektifitas serta kelancaran kerja para karyawannya. Namun, dari pihak Gereja, hal ini dihayati sebagai dukungan, bantuan yang penting untuk kebutuhan hidup umatnya yang belum dapat disediakan dan dibuat oleh Gereja Katolik Asikie saat ini. Gereja Katolik Asikie menyadari bahwa dengan itu, Perusahaan Korindo Group telah membantu, mendukung karya pastoral Gereja Katolik Asikie dari segi pelayanan kebutuhan umatnya dari sudut material. Kehadiran Perusahaan Korindo telah membantu sisi material dari karya misi Gereja yakni memberikan kesejahteraan secara material kepada umat. Gereja menyadari keberadaan Perusahaan Korindo merupakan mitra pelayanan (pastoral) untuk pembangunan (ekonomi) dan pemberdayaan jemaat untuk memenuhi kebutuhan hidup dari sisi materialnya. Kedua, dalam kehidupan pastoral Gereja, Gereja Katolik mengalami bahwa Perusahaan Korindo sangat mendukung karya pelayanan Gereja, terutama dalam hal: transportasi bagi tenaga pastoral, transportasi untuk umat pada upacara-upacara gerejawi tertentu, pembangunan serta penyediaan fasilitas peribadatan, fasilitas listrik-air bersih, sarana dan prasarana Persekolahan Katolik (TK. St. Theresia dari Kanak-Kanak Yesus) yang dikelola oleh Para Suster Tarekat PRR. Dari pihak Perusahaan Korindo, semua bantuan itu (mungkin hanya) dipandang sebagai konsekuensi logis pelayanan kebutuhan spiritual karyawannya namun bagi Gereja Katolik disadari sebagai bentuk dukungan Perusahaan Korindo untuk karya-karya pastoral Gereja. Gereja Katolik Paroki Asikie menyadari bahwa pada tataran material (fasilitas), Perusahaan Korindo merupakan mitra pelayanan untuk umatnya. Dari pihak Perusahaan Korindo disadari bahwa seluruh aktivitas pastoral Gereja Katolik Asikie selama ini merupakan sumbangan penting Gereja bagi kehidupan perusahaan yakni pelayanan kebutuhan rohani karyawannya.
Melihat sejarah relasi keduanya hingga saat ini, dapat dikatakan bahwa relasi timbal balik kedua lembaga ini masih bersifat fungsional belaka. Artinya, kehadiran Gereja Katolik di Asikie hanya dimengerti dalam konteks pelayanan kebutuhan rohani karyawan Korindo yang beragama Katolik dan sebaliknya secara riil Gereja Katolik mengalami dukungan dan kerjasama dari pihak Korindo selama ini masih bersifat material belaka; menyediakan fasilitas-fasilitas fisik demi efisiensi dan efektifitas karya pelayanan Gereja Katolik. Kerjasama yang lebih mendalam masih terasa belum nampak atau mungkin “belum diberi ruang” untuk dimulai.

3. Harapan-harapan Kedua Lembaga.

Meskipun dari segi latar belakang terbentuknya Paroki ini terasa harapan Korindo hanyalah demi pelayanan kebutuhan spiritual para karyawannya, namun dalam banyak kesempatan – dalam sharing-sharing, pertemuan formal maupun informal dengan beberapa tokoh penting pihak Korindo - sebetulnya terbaca dan terungkap harapan-harapan “lebih” dari pihak Perusahaan ini terhadap eksistensi dan peran Gereja Katolik Paroki Asikie sendiri. Dari pengalaman, saya membaca beberapa harapan yang sebenarnya menjadi kerinduan pihak Perusahaan Korindo Group Asikie ini terhadap peran dan keterlibatan pihak Gereja Katolik. Pertama, keterlibatan sebagai fasilitator dan katalisator. Artinya, pihak Perusahaan Korindo sangat mengharapkan kehadiran dan peran Gereja Katolik sebagai fasilitator dan katalisator dalam konteks relasi perusahaan dengan pemerintah dan masyarakat asli (masyarakat Boven Digoel dan pemilik hak ulayat). Peran dan keterlibatan Gereja Katolik Paroki Asikie diharapkan dalam arti fungsional seperti ini yakni demi kepentingan dan stabilitas aktivitas produksi perusahaan. Sebagai fasilitator artinya Gereja Katolik diharapkan sebagai pelancar proses negosiasi, kerjasama dengan kedua pihak tersebut demi kelancaran dan kelangsungan aktivitas industri perusahaan.
Dalam kaitannya dengan ini pula, Perusahaan Korindo sangat mengharapkan peran Gereja Katolik Asikie untuk menjadi katalisator relasi antara Korindo, pemerintah dan masyarakat asli. Harapan ini pun terasa berorientasi pada kepentingan dan kelancaran aktivitas perusahaan. Gereja diharapkan untuk membantu dan berperan menjadi penengah, pengarah dan penjaga relasi untuk mempertahankan “relasi baik” antara pihak pemerintah pemerintah Kabupaten Boven Digoel dan masyarakat asli (pemilik hak ulayat).
Juga, harapan kedua yang sangat terasa adalah bahwa Perusahaan Korindo Asikie mengharapkan kehadiran dan peran Gereja Katolik Asikie sebagai institusi terpercaya untuk menyuarakan hal-hal yang bersifat mendukung eksistensi dan keberlangsungan pihak perusahaan di tanah Boven Digoel. Artinya, Perusahaan Korindo percaya bahwa Gereja merupakan lembaga yang “dapat didengarkan dan dapat dipercaya oleh banyak pihak” jika Gereja memberikan kesaksian dan laporan mengenai kiprah atau sepak terjang perusahaan di wilayah Asikie-Boven Digoel. Tentunya, perusahaan percaya bahwa Gereja adalah instansi yang jujur dan dapat lebih “adil, seimbang, sportif dan tidak berpihak” dalam memberikan kesaksian yang bersifat mendukung eksistensi Korindo di Asikie. Meskipun hal ini tidak terungkap secara eksplisit tetapi terbaca dalam suasana percakapan dan pertemuan-pertemuan penting. Bagi saya, harapan-harapan yang terserap dari percakapan-percakapan tersebut pun masih terasa berorientasi pada kepentingan kelancaran proses industri pihak perusahaan. Dengan kata lain, nuansa harapan-harapan tersebut masih bersifat fungsional belaka. Meskipun harapan-harapan Korindo terhadap Gereja masih terasa bersifat fungsional belaka, Gereja Katolik menyadari bahwa harapan-harapan tersebut adalah wajar. Gereja Katolik juga menyadari hingga saat ini belum optimal memenuhi harapan-harapan Korindo. Meskipun demikian, suatu prinsip yang selalu dipegang oleh Gereja adalah bahwa “relasi baik” tidak menghilangkan “peran kenabian Gereja” untuk tetap konsisten menyuarakan hal-hal yang bersifat membangun bagi kerjasama kedua lembaga ini secara lebih matang dan berkualitas.
Gereja Katolik juga sebenarnya memiliki harapan-harapan yang “lebih” terhadap perusahaan Korindo ini. Saya merumuskannya dalam beberapa hal; pertama, harapan Gereja Katolik untuk diberi ruang untuk turut terlibat mengawal perusahaan pada tataran moral dalam kehidupan dan aktivitas industri perusahaan. Artinya, jika Perusahaan Korindo bekerjasama dengan Gereja, mestinya Korindo juga “membuka ruang dan membuka hati” untuk mendengarkan masukan-masukan yang bersifat moral bagi kehidupan perusahaan. Misalnya: keadilan bagi para pekerja: penerimaan dan penempatan tenaga kerja yang tidak bertendensi sukuisme dan kolusif, perhatian terhadap pemberdayaan secara khusus bagi putera-putera daerah (masyarakat asli) mengingat Korindo sudah bekerja selama 15 tahun lebih, perhatian terhadap lingkungan alam: kebersihan dan kesehatan lingkungan hidup, sense of ecology, perumahan buruh dan karyawan yang sehat, pemberdayaan masyarakat kecil di sekitarnya, kerjasama dengan Gereja untuk pendidikan moral bagi masyarakat yang de facto beragama Katolik dan karyawan perusahaan Korindo, membangun perkampungan contoh, membuat pelatihan-pelatihan untuk masyarakat asli. Dengan menyuarakan seruan-seruan ini sebetulnya Gereja mau menjaga keberadaan perusahaan agar terus dapat dipercaya di Asikie dan Boven Digoel. Kedua, meskipun dukungan dari pihak Perusahaan Korindo sangat terasa dalam bentuk pemberian fasilitas-fasilitas untuk kegiatan pelayanan Gereja Katolik tetapi kenyataan itu akhir-akhir ini terasa mulai menurun. Mestinya memang umat Katolik harus diberdayakan untuk mandiri dan otonom dalam hubungan dengan itu. Meskipun demikian, Gereja Katolik Paroki Asikie untuk saat ini tentunya masih tetap mengharapkan dukungan dari pihak Perusahaan Korindo Group untuk hal-hal yang belum dapat dibuat oleh umat secara otonom.
Di balik realitas relasi antara Gereja Katolik Paroki Asikie dan Perusahaan Korindo Group Asikie selama ini yang masih berkutat pada tataran fungsional, harus tetap diakui dengan jujur bahwa relasi keduanya berjalan baik dan saling mendukung satu sama lain. Meskipun terdapat beberapa harapan fundamental yang belum terealisir antara satu dengan yang lainnya, namun pengalaman selalu memberikan kesaksian bahwa keduanya dalam keterbatasan dan kemampuan masing-masing selalu tampil bermitra dalam melayani kemanusiaan; perusahaan menerjemahkannya sebagai karyawan dan Gereja Katolik merefleksikannya sebagai umat Allah. Tentang harapan-harapan, dalam perjalanan waktu semoga tetap “diberi ruang” untuk terealisir demi kelangsungan dan kebaikan bersama antara Gereja Katolik Paroki Asikie dan pihak PT. Korindo Group di Asikie. Oleh P. Timoteus Atta Leu Ehaq, MSC (Pastor Paroki Asikie)